Thursday 22 May 2014

makalah akhlak tasawuf1

BAB I
PEMBAHASAN
A.  HAK
1.    Pengertian Hak
Hak dapat di artikan wewenang atau kekuasaan yang secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan atau menuntut sesuatu. Hak juga dapt berarti panggilan kepada kemauan orang lain dengan perantaraan akalnya, perlawanan dengan kekuasaan  atau kekuatan fisik untuk mengakui wewenang yang ada pada pihak lain[1].
Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud hak ialah semacam milik, kepunyaan yang tidak hanya kepunyaan benda saja, melainkan pula tindakan, pikiran, dan hasil pemikiran itu. Misalnya
Jika seseorang mempunyai hak atas sebidang tanah, maka ia berwenang, berkuasa untuk bertidak atau memanfaatkan terhadap miliknya itu. Misalnya menjual, memberikan kepada orang lain, mengolah dan sebagainya. Selanjutnya jika seseorang misalnya mempunyai hak mengarang, maka ia dapat berbuat semaunya terhadap hasil karanganya itu dengan cara menjual, menyuruh cetak, menerbitkan seterusnya. Di dalam Al-Qur’an kita jumpai kata al’haqq, namun pengertiannya berbeda dengan pengertian hak yang di kemukakan di atas. Jika pengertian hak di atas lebih mengacu semacam hak milik. Tetapi al-haqq dalam al-Qur’an bukan itu artinya. Kata memiliki yang merupakan terjemahan dari kata hak tersebut di atas dalam bahasa al-Qur’an di sebut milik dan orang yang menguasainya disebut malik.  
Pengertian al-haqq dalam al-Qur’an sebagaimana di kemukakan al-Raghibal-Asfahani adalah al-muthabaqah wa al-muwafa qah artinya kecocokan, kesesuaian, dan kesepakatan, seperti kaki pintu sebagai penyangganya. Pengertian al-haqq dalam Al-Qur’an sebagaimana dikemukakan al-Raghib al-Asfahani adalah al-muthabaqah wa al-muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan, seperti cocoknya kaki pintu sebagai penyangganya. Dalam perkembangan selanjutnya al-haqq dalam Al-Qur’an digunakan untuk empat pengertian:
a)    Untuk menunjukkan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah, seperti adanya Allah disebut sebagai al-haqq karena Dialah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan. Penggunaan al-haqq dalam arti yang demikian dapat dijumpai pada contoh ayat yang berbunyi :
Firman Allah SWT:
§NèO (#ÿrŠâ n<Î) «!$# ãNßg9s9öqtB Èd,ysø9$# 4
Artinya : “Kemudian kembalilah kamu sekalian kepada Allah. Dialah Tuhan Mereka yang haq.” (Qs. Al-An’am, 6:62)
b)   Kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah. Misalnya Allah SWT menjadikan matahari dan bulan dengan al-haqq, yakni mengandung hikmah bagi kehidupan.
Firman Allah:
$tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4  
Artinya: “Allah tidak menciptakan yang demikian itu (matahari dan bulan) kecuali dengan haqq.” (Qs. Yunus, 10:5)
c)    Kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan keyakinan (i’ tiqad) terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya, seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan di akhirat, pahala, siksaan, surga dan neraka.
Firman Allah SWT:
yygsù ª!$# šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä $yJÏ9 (#qàÿn=tF÷z$# ÏmŠÏù z`ÏB Èd,ysø9$#
Artinya: “Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman terhadap apa yang mereka perselisihkan dari haqq.” (QS. Al-Baqarah, 2:213).
d)   Kata al-haqq digunakan untuk menunjukkan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.
Firman Allah swt:
Èqs9ur yìt7©?$# ,ysø9$# öNèduä!#uq÷dr& ÏNy|¡xÿs9 ÝVºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur
Artinya: “Dan seandainya al-haqq itu menuruti hawa nafsunya, maka terjadilah kerusakan langit dan bumi.” (QS. Mu’minun, 23:71)

Pengertian hak dalam arti memiliki sesuatu dan dapat menggunakan sekehendak hatinya, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-milk. Misalnya pada ayat yang berbunyi:
Firman Allah Swt:
 (#räsƒªB$#ur `ÏB ÿ¾ÏmÏRrߊ ZpygÏ9#uä žw šcqà)è=øƒs $\«øx© öNèdur šcqà)n=øƒä Ÿwur šcqä3Î=ôJtƒ öNÎgÅ¡àÿRL{ #uŽŸÑ Ÿwur $YèøÿtR Ÿwur tbqä3Î=ôJtƒ $Y?öqtB Ÿwur Zo4quym Ÿwur #Yqà±èS ÇÌÈ
Artinya: Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.“(QS. Al-Furqon,25:3).

Bagi bangsa Indonesia kita memiliki undang-undang 1945 yang memuat pasal 16 bab dan 37 pasal. Isi undang-undang yang berhubugan dengan hak asasi manusia soal hak bernegara, hak bersuara, berusaha, beragama, berpendidkan, perlakuan hukum dan sebagainya. UUD 1945 ini dijiwai nilai-nilai pancasila yang merupakan jiwa falsafah, sumber inspirasi dan sumber moral pada hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian keberadaan hak asasi manusia yang tercermin dala undang-undang dasar 1945 itu menggambarkan hubungan erat antara hak asasi manusia dengan ajaran moral.

2.         Macam- macam Hak
Secara umum para ahli etika macam-macam hak antara lain:
a.    Hak asasi atau hak kodrat
Dikenal dengan istilah hak fitri, yaitu hak yang dibawa manusia sejak lahir ke dunia. Hak asasi merupakan hak dasar atau hak pokok  yang dimiliki setiap individu sebagaianugrah Allah yang menciptakan manusia. Oleh karena itu hak ini bersifat sangat mendasar dan sangat pokok bagi hidup dan kehidupan manusia di dunia.
b.    Hak hidup
Tiap-tiap manusia mempunyai hak hidup, akan tetapi karena kehidupan manusia itu secara bergaul dan bermasyarakat, maka sudah seadilnya seseorang mengorbankan jiwanya untuk menjaga hidupnya masyarakat apabila di pandang perlu. Hidup adalah karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia tanpa membedakan warna kulit, bangsa dan jenis kelaminnya. Oleh karena itu dengan alasan apapun dan dalam keadaan bagaimanapun seseorang tidak diperbolehkan bunuh diri. Disamping itu seseorang juga tidak diperbolehkan menghilangkan nyawa orang lain kecuali karena ada alasan tertentu dan yang dibenarkan oleh hokum yang ditetapkan oleh Allah. Karena hidup dan mati seseorang sepenuhnya merupakan wewenang  Allah SWT.
Etika Islam tidak hanya menetapkan hak hidup sebagai hak dasar manusia yang harus ditegakkan, tetapi juga menjelaskan tentang kewajiban yang ada pada manusia untuk menjaga hak tersebut agar jangan sampai dilanggar atau dirusak, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Hak hidup merupakan hak dasar pertama yang ada pada manusia dan dengan adanya kehidupan maka manusia akan mendapatkan hak-hak lainnya.[2]
c.    Kebebasan
Kebebasan mempunyai arti merdeka atau lepas dari penjajahan, perbudakan dan kurungan. Kebebasan mempunyai arti bahwa manusia bukanlah seorang budak, oleh karenanya ia tidak terikat oleh segala macam ikatan. manusia bebas untuk menerima atau menolak apapun yang ada di muka bumi.
Dalam pemikiran Etika Islam, kebebasan itu bertanggung jawab, dimana manusia bebas menentukan dan melaksanakan tindakan yang di inginkan, tetapi ia tetap akan diminta pertanggung jawaban atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukannya.
d.   Kehormatan diri.
Manusia adalah makhluk paling sempurna dan yang paling mulia di muka bumi ini. Oleh karena itu, kemuliaan atau kehormatan adalah hak yang melekat pada diri manusia sejak kelahirannya di dunia. Kehormatan diri merupakan salah satu hak kodrat atau hak asasi manusia yang tidak bisa dihilangkan oleh siapapun.
Hak lain yang dapat di masukkan dalam kelompok hak kodrati antara lain hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk berpolitik, hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama, hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk menikmati kekayaan alam dan lain sebagainya.
e.    Hak mendapatkan perlakuan hukum.
Yakni wewenang bagi seseorang untuk mendapatkan perlakuan hukum dan bantuan hukum yang sama tanpa membedakan status sosial yang ada. Akan tetapi di zaman seperti sekarang ini, orang lebih berkuasa jika memiliki banyak uang, keadilan bisa dibeli dengan uang.
f.     Hak mengembangkan keturunan (kawin).
Yakni hak yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan pasangan dan melanjutkan keturunannya.          
g.    Hak milik.
Yakni wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapatkan barang yang disukainya dan atau pengakuan atas barang miliknya.
h.    Hak mendapatkan nama baik.
Yakni wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapat nama baik di mata orang lain.
i.      Hak kebebasan berpikir.
Yakni wewenang yang dimiliki seseorang untuk dapat bebas berpikir dan mengemukakan pendapatnya.
j.      Hak mendapatkan kebenaran.
Hak mendapatkan kebenaran hampir sama pengertianya dengan hak mendapatkan perlakuan hukum sama. Hak mendapatkan kebenaran adalah wewenang yang dimiliki seseorang untuk mendapat suatu kebenaran yang benar – benar nyata.
Semua hak itu tidak dapat digangggu gugat, karena itu merupakan hak asasi yang secara fitrah telah diberikan tuhan kepada manusia, karena yang dapat mencabut hak-hak tersebut adalah tuhan. Selanjutnya jika manusia itu dihukum, atau dirampas harta bendanya, dijajah dan lain sebagainya, bisa saja dibenarkan jika yang bersangkutan melakukan pelanggaran.[3]

B.  KEWAJIBAN
Kewajiban mempunyai banyak pengertian, antara lain sebagai berikut: dilihat dari segi ilmu fiqih, wajib mempunyai arti pengertian sesuatu yang harus dikerjakan, apabila dikerjakan  mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa. dengan kata lain bahwa kewajiban dalam agama berkaitan pelaksanaan hak yang diwajibkan oleh allah melaksanakan shalat 5 waktu, membayar zakat bagi orang yang memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab. dan berpuasa dibulan ramadhan misalnya adalah merupakan kewajiban. Sebagian ahli-ahli etika menyatakan bahwa wajib itu ialah perbuatan akhlak yang ditimbulkan suara hati. Menurut ilmu tauhid, wajib sesuatu yang pasti benar adanya. Sedangkan menurut ilmu akhlak, wajib adalah suatu perbuatan yang harus dikerjakan, karena perbuatan itu dianggap baik dan benar. Kewajiban sendri adalah suatu tindakan yang harus dilakukan oleh setiap manusia dalam memenuhi hubungan sebagai makhluk individu, sosial, dan Tuhan.
Namun kewajiban juga dapat didefinisikan sebagai keharusan seseorang individu untuk memenuhi tuntutan yang dibenarkan yang diajukan oleh individu atau kelompok anggota masyarakat tersebut contohnya seorang anak mempunyai hak atas pendidikan maka kewajiban orang tuanya untuk memberinya pendidikan, jadi hak dan kewajiban saling berhubungan karena hak banyak jumlahnya maka kewajiban juga banyak. Kewajiban yang harus dipenuhi. [4]
Di dalam ajaran Islam menekankan atas kewajiban sebagai seorang muslim dengan sesama harus dijalankan. Sebagimana hadist Rosulullah SAW. Yang artinya: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta kasih dan rahmad hati bagaikan satu badan, apabila satu menderita maka menjalarlah penderitaan itu keseluruh badan sehingga tidak dapat tidur dan panas.” (H.R Bukhori muslim).
Di dalam hadist di atas menggambarkan betapa pedulinya islam terhadap hubungan sesama muslim. Sehingga sesama kaum muslim itu memiliki perasaan terikat dalam ikata ruh keagamaan. Dimana diibaratkan keutuhan suatau badan yang mempunyai ikatan yang utuh.
Ada suatu ajakan terhadap diri manusia supaya menjauhi dan meningalkan sifat takabur. Dan mendekati sifat renda diri dan positif. Rupanya ada hikmah kita mempunyai kewaiban untuk memiliki sifat rendah diri sesama manusia (muslim). Firman Allah dala surat Al-hijr ayat 88:
Ÿw ¨b£ßJs? y7øt^øtã 4n<Î) $tB $uZ÷è­GtB ÿ¾ÏmÎ/ $[_ºurør& óOßg÷YÏiB Ÿwur ÷btøtrB öNÍköŽn=tã ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_ tûüÏZÏB÷sßJù=Ï9 ÇÑÑÈ
Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al-hijr: 88).

1.    Macam-macam kewajiban
a.    Kewajiban perseorangan
Yakni kewajiban seseorang pada dirinya sendiri, seperti menjaga hidup, kebersihan dan melaksanakan perkawinan.
Contoh, manusia sebagai individu perlu kesehatan untuk memperoleh kesehatan manusia harus dapat memenuhinya dengan cara individu harus berkewajiban menjaga kesehatan badan, bahkan kalau badan kurang sehat, sebagai makhluk individu mengupayakan menyembuhkannya, dengan demikian, dalam rangka memenuhi kewajibannya sebagai idividu perlu berusaha dan tindakan nyata menunjukan apakah seseorang telah memenuhi kewajibannya atau tidak.
b.    Kewajiban kemasyarakatan (sosial)
Maksudnya adalah bahwa seseorang disamping sebagai individu tetapi juga sekaligus sebagai makhluk social maka keterikatan tersebut menjadikan individu harus sebagai anggota masyarakat. Kewajiban ada sebab manusia tidak bisa hidup menyendiri dan masing-massing individu mempunyai kewajiban terhadap individu lain di alam masyarakat, sebagai contoh adalah kewajiban tolong menolong antar sesama manusia.
Makhluk sosial bisa memungkiri tentang kewajiban ini di masyarakat, akan tetapi masalah kewajiban bagi individu terhadap sesamanya tetap ada dan masih di perhatikan. Perasaan orang sehat apabila di tolong oleh orang lain yang mempunyai niat baik tentu senang dan terimah kasih. Suasana demikia tidak bisa ditutupi sebab kewajiban tolong menolong adalah perbuatan yang di harapkan semua makhluk.
c.    Kewajiban kepada Allah SWT
Maksudnya adalah individu ternyata tidak hanya hidup bersama sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial tetapi individu tidak dapat lepas dari penciptanya yaitu Tuhan karena dia yang menciptakan dan memlihara alam (termasuk manusia ini) sehingga kewajiban sebagai hamba (ciptaan) hanya ibadah.
Contoh, individu yang ibadah arti sempit sebagi orang islam adalah berkewajiban sholat namun dalam arti luas ibadah adalah luas artinya apabila semua aktifitas kita niat semua ikhlas baik dan benar dan semata-mata karena mencari ridhoNya.[5]
d.   kewajiban manusia kepada bangsanya
Kebangsaan adalah kecintaan manusia kepada negrinya, tanah orang tua dan nenek moyangnya. Kita cinta kepada negri kita, karena di antara kita dengan negri saling berhubungan erat, kita menghirup udaranya dll.
Tiap-tiap manusia dapat berhikad terhadap tanah air dengan beberapa cara:
1)   Membela Negara apabila diserang atau hendak dilanggar kemerdekaannya.
2)   Memajukan perusahaan dan hasil negrinyadan mengutamakan lebih dari pada perusahaan dan penghasilan usaha sekuat tenaga untuk menjadikan perusahaan dan hasilnya sama  atau lebih baik.

Selain pembagian diatas kewajiban dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
a)      Kewajiban terbatas, ialah dapat dipertanggungkan kepada orang-orang yang sama, dana tidak berbeda-beda dapat dijadikan undang-undangn negeri, seperti jangan membunuh dan jangan mencuri, dimana orang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman, bagi orang-orang yang merusaknya. Didalam pembagian ini undang-undang dan akhlak sama-sama mnghendakinya.
b)      Kewajiban tak terbatas, dan ini tidak dapat dibuat undng-undang, karena bila dianutnya, merugikan dengan kerugian yang besar, dan bila tidak dapat ditentukan ukuran mana yang dikehendaki oleh kewajiban ini, seperti kebajikan, padahal kadar yang ini berbeda masa, tempat dan keadaan yang mengelilingi manusia.

C.  KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan terhadap hak .sedangkan dalam literatur islam keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukan pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini terjadi berdasarkan keputusan  akal yang dikonsultasikan dengan agama. Keadilan yaitu melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang.
Berdasarkan rumusan oleh departemen pendidikan dan kebudayaan adil adalah:
1.    Sesuai dengan adanya memberikan sesuatu kepada orang yang memang menjadi haknya.
2.    Tidak pilih kasih memperlakukan orang dengan penuh kebijaksanaan dan tidak sewenang-wenang.
Tidak dapat dipungkiri, Al-qur’an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi- pribadi Muslim dengan temuan yang mudah diperoleh secara gamblang itu.
                        
 ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Allah Swt berfirman :
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.” (QS. Al-Nahl, 16:90).
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam Al-Qur'an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan ("Hendaknya kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan"). Secara keseluruhan, pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dari terkaitnya beberapa pengertian kata 'adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapat tempat dalam al-Qur'an, sehingga dapat dimengerti sikap kelompok Mu'tazilah dan Syi'ah untuk menempatkan keadilan ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah. Dalam keyakinan atau akidah mereka.
Kesimpulan di atas juga diperkuat dengan pengertian dan dorongan al-Qur'an agar manusia memenuhi janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap, dan seterusnya.
Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum muslim itu menunjukkan orientasi yang sangat kuat akar keadilan dalam al-Qur'an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum Muslim saja tetapi juga mereka yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.
Ayat tersebut menempatkan keadilan sejajar dengan berbuat kebajikan, memberi makan kepada kaum kerabat, melarang dari berbuat yang keji dan munkar serta menjauhi permusuhan. Ini menunjukkan bahwa masalah keadilan termasuk masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak sebagai suatu kewajiban moral.
Allah berfirman:
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtB̍ôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah : 8)

D.  HUBUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa yang disebut akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, mendarah daging, sebenarnya dan tulus ikhlas karena Allah. Hubungan dengan hak dapat dilihat pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang tanpa ada yang dapat menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakannya tanpa merasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah diuraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.
BAB III
KESIMPULAN

A.  ULASAN
Hak dapat diartikan sebagai wewenang atau kepunyaan seseorang yang dibawa dari sejak lahir untuk mencapai kelangsungan hidupnya atau juga bisa diartikan Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya.
Sedangkan kewajiban adalah sesuatu beban yang harus dilaksanakan seseorang, atau beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Contohnya: melaksanakan tata tertib di Kampus, membayar SPP atau melaksanakan tugas yang diberikan Dosen dengan sebaik- baiknya dan sebagainya. Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi pada kenyataannya banyak warga negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi lebih banyak mendahulukan hak daripada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk memikirkan kesejahteraan orang lain. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan sosial yang berkepanjangan. keadilan yaitu keseimbangan dalam melakukan hak dan kewajiban sesuai dengan proposisinya.
Contoh lain hak, kewajiban dan keadilan dalam kehidupan bernegara
Contoh hak yang tercantum dalam undang-undang pasal 32 yaitu setiap warga Negara berhak menerima pendidikan yang layak
Contoh kewajiban dan keadilan yang terdapat di dalam undang-undang pasal 27 setiap orang berkewajiban mematuhi peraturan yang berlaku dan keadilan yaitu,  semua orang memiliki kedudukan yang sama dimata hukum.

B.  KESMPULAN
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian erat, maka dimana ada hak, maka ada kewajiban dan dimana ada kewajiban maka ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu dan kadarnya yang seimbang. Akhlaq yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk melaksanakan tanpa merasa berat. Dengan terlaksananya hak, kewajban dan keadilan, maka sendirinya akan mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaqi. Disinilah letak hubungan fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlaq.









DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, 2002, Ahlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ahmad Amin, 1995, Ilmu Ahlak, Jakarta: Bulan Bintang.
Abdul Quasem, 1975, Etika Al-Ghazali, Bandung: Pustaka.
Asmaran, 1992, Pengantar Studi Ahlak, Jakarta: Rajawali Pers.
 Muhammad Fauqi Hajjaj, 2011, Tasawuf Islam, Jakarta: Amzah.






[1] Abudin Nata, Ahlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002). Hal. 135.
[2] Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam, (Jakarta: Amzah, 2011). Hal. 266.
[3] Ahmad Amin, Ilmu Ahlak, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995). Hal. 175
[4] Abdul Quasem, Etika Al- Ghazali, (Bandung: Pustaka, 1975). Hal. 240.
[5] Asmaran, Pengantar Studi Ahlak, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992). Hal. 165