BAB I
PEMBAHASAN
A PENGERTIAN TASAWUF
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang
dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution
misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf yaitu al-suffah (ahl al-suffah),
(orang yang ikut pindah dengan nabi dari makkah ke madinah), saf
(barisan), sufi (suci), shopos (bahasa yunani: hikmat), dan suf
(kain wol). Keseluruhan kata-kata ini bisa dihubungkan dengan tasawuf.
Dari segi
linguistik (kebahasaan) bahasa tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk
kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.[1]
Adapun pengertian
tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut
pandang yang digunakan masing-masing. Tasawuf bisa disamakan dengan mistik,
yaitu suatu sistem cara bagaimana orang ingin mencapai hubungan dengan tuhan
yang maha kekal dan maha sempurna. Didalam islam aspek mistik itu dikenal dengan nama sufisme. menurut abu bakar aceh taswuf adalah mencari
jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani Selama ini sudut pandang yang digunakan para
ahli untuk mendefinisikan tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk
terbatas, jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT.[2]
Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai
pembagian didalamnya, yaitu tasawuf akhlaqi, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
Tasawuf akhlaqi berupa ajaran mengenai moral/akhlak. Tasawuf amali berupa
tuntuan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah.
Tasawuf fasafi berupa kajian tasawuf
yang dilakukan secara mendalam dengan
tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait didalamnya.[3]
B. Sejarah Munculnya Tasawuf
Banyak
pendapat mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau
dari dalam agama Islam sendiri. Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham
tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi
Rasulullah dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8
Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau
menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap
memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan
keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya,
yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri
terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk
pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih
berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya
kemudian disebut Paham Sufi, Sufisme atau Paham Tasawuf, dan orangnya disebut Sufi. Sebagian pendapat lagi mengatakan
bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari
kata “beranda” (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti
telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf
yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad.[4]
Ilmu tasawuf menurut Ibnu Khaldun
merupakan ilmu yang lahir dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat
dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang
kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah,
berdzikir dan aktifitas rohani lainnya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah
banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada
abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat
disebut suffiyah dan mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang
mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai
sekarang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,“Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa seorang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.”Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar, dan lain-lain. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf. Sedangkan menurut Harun Nasution ada beberapa versi munculnya aliran tasawuf, diantaranya sebagai berikut:
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,“Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa seorang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.”Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar, dan lain-lain. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf. Sedangkan menurut Harun Nasution ada beberapa versi munculnya aliran tasawuf, diantaranya sebagai berikut:
1.
Pengaruh
Kristen
Pengaruh Kristen dengan
paham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu
yang mereka pasang di malam hari menjadi petunjuk jalan bagi kafilah yang
berlalu, kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung .
2. Filsafat Mistik Pythagoras
Filsafat ini
berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang
asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya
adalah di alam samawi. Untuk memperoleh hidup senang di alam samawi, manusia
harus membersihkan roh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu zuhud.
3.
Filsafat Emanasi Plotinus
Ada yang mengatakan
bahwa wujud ini memancar dari zat Tuhan yang maha Esa. Roh berasal dari tuhan
dan akan kembali kepada tuhan. Tetapi dengan masuknya kealam materi, roh
menjadi kotor dan untuk dapat kembali ke
tempat asalnya roh harus dibersihkan terlebih dahulu. Penyucian roh adalah
dengan meninggalkan dunia dan mendekati tuhan sedekat mungkin. Dikatakan pula
bahwa falsafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum sufi.
4.
Ajaran Budha
Khususnya
ajaran budha dengan konsep nirwananya, untuk mencapai nirwananya, orang harus
meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham fana’ yang terdapat
dalam sufisme hampir serupa dengan paham nirwana.
5.
Ajaran Hindu
Ajaran-ajaran
Hinduisme juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan
untuk mencapai Persatuan Atman dan Brahman.[5]Harun Nasution mengatakan bahwa, station yang terpenting bagi seorang
calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian.
Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah
menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi
ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi. Zahada fi
al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud
disini berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada
ditangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari
tangannya. Bagi Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau
terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang
membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu.
Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak
menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.
Lebih lanjut at-Taftazani menjelaskan bahwa zuhud adalah tidak bersyaratkan
kemiskinan, bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi disaat yang sama diapun
zahid. Ustman bin Affan dan Abdurrahman ibnu Auf adalah para hartawan, tapi
keduanya adalah para zahid dengan harta yang mereka miliki. Zuhud merupakan
salah satu maqam yang sangat penting dalam tasawuf.
Benih-benih
tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan
peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW.
Pada
masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa sebelumnya.
Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan
berkepanjangan sampai masa- masa sesudahnya.Konflik politik tersebut ternyata
mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok kelompok
Bani Umayyah,Syiah, Khawarij, dan Murjiah. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah,
kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki,
khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman, terutama
terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar
menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya
Husein bin Alibin Abi Thalib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata
mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam, ketika itu kekejaman Bani
Umayyah yang tak henti- hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa
menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada
pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwabun
(kaum Tawabin). Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka
mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaumTawabin itu dipimpin
oleh Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 H. Suatu
kenyataan sejarah bahwa kelahiran tasawuf bermula dari gerakan zuhud dalam
Islam. Istilah tasawuf baru muncul pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh Abu
Hasyim al-Kufy (w.250 H.) dengan meletakkan al-sufy di belakang namanya. Pada
masa ini para sufi telah ramai membicarakan konsep tasawuf yang sebelumnya
tidak dikenal. Jika pada akhir abad II ajaran sufi berupa kezuhudan, maka pada
abad ketiga ini orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan
(fana fi mahbub), bersatu dalam kecintaan (ittihad fi mahbub), bertemu dengan
Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan Tuhan (‘ain al jama’). Sejak itulah
muncul karya-karya tentang tasawuf oleh para sufi pada masa itu seperti
al-muhasibi (w. 243 H.), al-Hakim al-Tirmidzi (w. 285 H.), dan al-Junaidi (w.
297 H.).
Menurut
sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim al Kufi
(zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin
Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465
H), istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok
yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada
abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu, belum diketahui adanya
orang-orang yang disebut sufi, yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya
disebut zahid). Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke
2 H. (seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail
bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka
yang hidup pada abad-2 abad berikutnya (eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al
Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin
ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agama dalam hati
mereka dengan kesungguhan yang luar biasa.
Sebelum
munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh
para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan
yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab
Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya. Untuk tiba pada identifikasi akhir
tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui terjadi pada abad ke 3 H, kita harus
meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang mengakibatkan
timbulnya tasawuf. Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam,
dari segi sumber perkembangannya ternyata muncullah pro dan kontra, baik
dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap
bahwa tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama
lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang
yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis.
Penjelasan
diatas menunjukkan bahwa salah satu alasan mengapa Tasawuf atau Sufisme muncul
adalah karena untuk mengimbangi perkembangan ilmu-ilmu keislaman, khususnya
yang terlalu bercorak rasional. Dengan demikian, dalam perkembangan lebih lanjut,
tasawuf tidak lagi bersifat terutama
sebagai gerakan oposisi politik.
C. Perkembangan Tasawuf
Menyangkut
faktor lahirnya tasawuf, dijelaskan oleh HM. Amin Syukur dalam bukunya Intelektualisme
Tasawuf (2002: 33) bahwa terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan
bahwa tasawuf dipengaruhi oleh agama Masehi atau Nasrani. Meskipun tasawuf
berkembang secara Islami, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada sedikit pengaruh luar, terutama Nasrani.
HM.
Amin Syukur membagi periodisasi sejarah perkembangan tasawuf menjadi lima masa,
yaitu masa pembentukan, masa pengembangan, masa konsolidasi, masa falsafi, dan
masa kemurnian.
1.
Masa Pembentukan
Dalam abad ke-1 H bagian kedua, lahirlah
Hasan Bashri (wafat 110 H) dengan ajaran khauf, mempertebal takut kepada tuhan, begitu juga tampil kemuka
guru-guru yang lain yang di namakan qari’, kan mengadakan gerakan memperbaiki
hidup kerohanian di kalangan kaum muslimin.Kemudian pada akhir abad ke-1 H,
Hasan Bashri di ikuti robbi’ah al- adawiyah( wafat 185H) yang terkenal dengan
ajaran cintanya. Selanjutnya pada abad ke-2 H, tasawuf tidak hanya berbeda
dengan abad sebelumnya, yakni sama dalam corak ke-zuhudan-Nya, meskipun
penyebabnya berbeda. Abu Al-Wafa menyimpulkan bahwa asketisme dalam islam
pada abad ke-1 dan ke-2 H mempunyai karakter berikut:
a. Menjauhkan diri dari dunia menuju ke
akhirat yang berakal pada nash agama, yang di latar belakangi oleh
sosio-politik,yang bertujuan untuk meningkatkan moral.
b. Ciri lainnya ialah rasa takut, dan
dimotivasi oleh cinta.
c. Menjelang akhir abad ke -2 H sebagian
asketis, khususnya di Khurasan, dan robi’ah Al-Adawiyah ditandai kedalaman
membuat analisis yang di pandang sebagai fase pendahuluan tasawuf.
2. Masa Pengembangan
Tasawuf pada abad ke-3 dan ke-4 H sudah mempunyai corak
yang berbeda sekali dengan tasawuf sebelumnya. Pada periode ini, perdebatan
tentang persatuan mistis yang sebelumnya telah di artikulasikan dengan kuat ,
terutama oleh Rabi’ah Al-Adawiyah. Kemudian datang Al-Junaidi Al-Baghdadi yang
meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan tariqah, cara mengajar dan belajar
ilmu tasawuf, mursyid, murid, dan murad, sehingga di namakan Syaikh
Ath-Tha’ifah. Sehingga dapat di simpulkan bahwa tasawuf abad ke-3 dan ke-4 H,
sudah sedemikian berkembang.
Abu Al-Wafa mengkonklusikan
bahwa tasawuf pada abad ke-3 dan ke-4 H, terdapat dua aliran, yaitu:
a. Aliran tasawuf salafi, yaitu bentuk
tasawuf yang memagari dirinya dengan
Al-qur’an dan Hadits.
b. Aliran tasawuf semi falsafi, di mana
para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil serta bertolak dari keadaan fana.
3. Masa Konsolidasi
Tasawuf ini terjadi pada abad ke-5. Pada masa ini di tandai
adanya kompetisi dan pertarungan antara Tasawuf Semi Falsafi dan Tasawuf Sunni.
Pertarungan ini di menangkan oleh tasawuf sunni, dan perkembang dengan pesat
dan tasawuf semi falsafi telah tenggelam dan hilang serta muncul pada abad ke-6
H. Oleh karena itu, tasawuf pada masa ini cenderung mengadakan pembaruan dengan
pembaruan konsolidasi, yaitu periode yang di tandai pemantapan dan pengembalian
tasawuf ke landasannya, Al-qur’an dan hadits.
4.
Masa Falsafi
Tasawuf filosofis muncul dengan jelas
dalam khazanah islam sejak abad ke-6 H. Ciri tasawuf pada abad ini adalah
tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dan pemakaian term-term
filsafat yang maknanya di sesuaikan dengan tasawuf.
5.
Masa Pemurnian
Pada masa ini terlihat adanya tanda-tanda
Keruntuhan dan penyelewengan serta sekandal melanda, akibatnya ancaman
kehancuran reputasi tasawuftidak dapat dielakan lagi, dengan adanya legenda
tentang keajaiban dikaitkan dengan tokoh-tokoh sufi. Dengan mudah dapat di
katakana bahwa tasawuf masa ini ditandai dengan bid’ah, khurafat, mengabaikan
mengabaikan syariat dan hokum-hukum moral.Dalam kondisi demikian munculah ibnu
taimiyah yang dengan tegas menyerang penyelewengan para sufi tersebut.
D.Sumber-Sumber Tasawuf
a.
Al-Qur’an (ayat-ayat Allah)
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang ayat-ayat al-Qur’an tentang
tasawuf, kami akan mengemukakan beberapa definisi al-Qur’an. Menurut Dr.
Muhammad Yusuf Musa al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan kepada Muhammad
SAW dan disampaikan kepada kita secara
mutawatir. Sedangkan menurut istilah ahli Syara’ al-Qur’an ialah
wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat
bagi beliau, wahyu itu diturunkan dalam bahasa arab dan disampaikan kepada
masyarakat secara mutawatir, baik dengan lisan maupun tulisan, dan orang yang
membacanya mendapat pahala dari Allah SWT..
Sebagai
sumber ajaran agama islam, al-Qur’an menghadirkan ayat-ayat yang berhubungan
dengan tasawuf, mulai dari ayat yang berhubungan dengan ajaran yang sangat mendasar dalam tasawuf
sampai kepada ayat yang berhubungan dengan maqamat dan ahwal. Di bawah ini akan diuraikan beberapa ayat yang
berhubungan dengan ajaran tasawuf.
Firman Allah SWT dalam surah al-Anfal ayat 17,
yaitu
وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى (الأنفال : ١۷ )
Artinya: tidaklah engkau yang melempar ketika
engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar.
Menurut pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar yang kuat sekali dalam
hidup kerohanian ( tasawuf ). Beberapa soal besar dalam tingkat-tingkat
perjuangan kehidupan dapat disimpulkan dalam ayat ini. Yang melempar bukanlah
Nabi Muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidak pada kita, melainkan dari
Allah. Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada lahir belaka. Tidak ada
yang terjadi jika tidak ada izin dari Allah. Seorang hamba Allah dengan
Tuhannya, hanya laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang penulis. Menulis
karena digerakan saja. Yang dituliskan tidak lain dari pada kehendak si penulis.Selanjutnya,
paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, merupakan ajaran dasar dari tasawuf.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا
بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشدونَ(البقرة : ١٨٦)
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( QS. al-Baqarah: 186).
b. As Sunnah (Rasulullah)
Rasul merupakan sumber kedua
setelah Allah bagi para sufi dalam mendalami dan pengambangkan ilmunya, karena
hanya kepada Rasul sajalah Allah menitipkan wahyuNya. Tentulah Rasul pula yang
lebih banyak tahu tentang sesuatu yang tersirat dibalik yang tersurat dalam
Al-Qur’an. Selain itu rosul pulalah satu-satunya manusia yang sempurna dalam
segala hal, Beliau adalah insan panutan bagi semua umat manusia terutama kaum
sufi yang senantiasa mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah dengan
sebaik-baiknya.
Selain itu, Sumber lain yang diacu oleh para sufi
adalah kehidupan para sahabat Nabi SAW yang berkaitan dengan keteguhan iman,
ketaqwaan, kezuhudan, dan budi pekerti luhur. Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid
langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa
mengikuti kehidupan Nabi. Oleh sebab itu, perilaku kehidupan mereka dapat
dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang khusus bagi Nabi SAW.
c.
Ijma’ Sufi
Ijma’ Sufi (kesepakatan para ‘ulama tasawuf) merupakan
esensi yang sangat penting dalam ilmu tasawuf, karenanya mereka dijadikan
sebagai sumber yang ke tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an Dan Al-Hadits.
d.
Ijtihad Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi
pengalaman aneh, pengalaman itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan
kenegatifan dalam pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi
sebagai sumber yang ke 4 dalam ilmu tasawuf, jika belum ditemukan dalam Qur’an,
Hadits maupun ijma’ sufi.
e.
Qiyas Sufi
Qiyas merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad
secara mandiri jika sedang terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan
pada sumber ke lima dalam ilmu tasawuf.
Sumber Ajaran Tasawuf dalam perspektif Orientalis Barat
Dikalangan
para orientalis barat bisanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber
yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu:
a. Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau
jasadiyah, dan kehidupan yang bersifat batiniyah. Pada unsure kehidupan yang
bersifat batiniyah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini
mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Quran dan
As-Sunnah praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya, ijma’, ijtihad, serta Qiyas.
b. Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan
jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat
bahwa tasawuf adalah buah dari unsure Agama Nasrani yang terdapat pada zaman jahiliyah.
c. Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana
perkembangannya dimulai pada akhir daulah Umayah dan puncaknya pada daulah
Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi
pola berfikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan.Tetapi
dengan munculannya filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat
yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Tuhan pada hati setiap
hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari pengaruh Ungkapan Neo
Platonis: kenalilah dirimu dengan dirimu.
d.
Unsur
Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sisitem kepercayaan Agama Hindu/Budha dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir. Al birawi mencatat
bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu
kemudian pula paham renkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang
lain), cara kelepasan dari dunia persis Hindu/Budha dengan persatuan diri
dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqamat sufiyah al fana tampaknya ada
persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.
e.
Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama
yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan
sastra. Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa
kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan
kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia
ini[6]
E. Manfaat
Mempelajari Akhlak Tasawuf
Ilmu
akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai
berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki
IPTEK yang maju disertai akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuaan yang Ia
miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia.
Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki
pangkat, harta, kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka
semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana
dimuka bumi. Faedah akhlak tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada
ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk
keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan
kebahagiaan abadi.[7]
F. Dasar Hukum
Dasar-dasar Al-Qur’an tentang AkhlakTasawuf
Al-Qur’an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya termasuk “Akhlak Islam”.Demikian Ulama mengambil keputusan dengan cara menyamakan kejadian maupun problem-problem sekarang dengan masalah-masalah yang ada ketika Al-Qur’an diturunkan, maka Al-Qur’an digunakan sebagai dasar untuk mencari kesimpulan atau mencari mana akhlak yang sebaiknya dilakukan.
Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah secara ringkas. Seperti dinyatakan dalam ayat berikut.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadaNya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mareka adalah orang-orang yang fasik(Q.S. Al-Hadida [57]:16).
Dengan demikian unsur kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam yaitu As-Sunnah, Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
b.Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات:13)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al Hujurat [49]:13)
c. Tentang maqam Zuhud
“Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”
d.Tentang maqam tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (الطلاق : 3)
…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Q. S. Ath Thalaq [ 65]:3)
e. Maqam sabar, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
(المؤمن :55)
Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S. Mu’min [40]:55)
Al-Qur’an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya termasuk “Akhlak Islam”.Demikian Ulama mengambil keputusan dengan cara menyamakan kejadian maupun problem-problem sekarang dengan masalah-masalah yang ada ketika Al-Qur’an diturunkan, maka Al-Qur’an digunakan sebagai dasar untuk mencari kesimpulan atau mencari mana akhlak yang sebaiknya dilakukan.
Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah secara ringkas. Seperti dinyatakan dalam ayat berikut.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadaNya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mareka adalah orang-orang yang fasik(Q.S. Al-Hadida [57]:16).
Dengan demikian unsur kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam yaitu As-Sunnah, Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
b.Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات:13)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al Hujurat [49]:13)
c. Tentang maqam Zuhud
“Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”
d.Tentang maqam tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (الطلاق : 3)
…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Q. S. Ath Thalaq [ 65]:3)
e. Maqam sabar, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
(المؤمن :55)
Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S. Mu’min [40]:55)
G. ULASAN
Tasawuf adalah cara kita untuk
berinteraksi dengan Allah melalui beribadah, sikap yang selalu menjaga kesucian
diri, hidup sederhana , rela berkorban, dan selalu bersikap bijaksana. Tasuwuf
ialah upaya menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Dalam taswuf juga
diajarkan untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama
dengan mendekatkan diri pada Allah. Dapat definisikan pula akhlak tasawuf
sebagai kesadaran fitrah yang dapat mengarahkan jiwa kepada kegiatan yang
menghubungkan manusia dengan tuhan.
Seperti yang telah di terangkan pada
surah Al-Baqarah ayat: 110 bahwa Allah memerintah manusia untuk mendirikan
salat serta menunaikan zakat, maka mereka akan diberikan imbalan pahala atas
apa yang telah dilakukan. Begitu pula kehidupan sederhana serta tidak
diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda tertuang pada surah Al-hadid
dan Al-fathir ayat : 5. Serta bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri
pada Allah dan menjauhi pengaruh harta benda duniawi tertuang pada surah Ali imran
ayat :10-16. Dan semua yang kita lakukan agar senantiasa saling mencintai dan
mengasihi terhadap manusia. Mengikuti ajaraNya. Sesuai dengan hukum yang ada
maka niscaya Allah akan membalas cinta kasih itu dengan pengampunan dosa yang
telah dijelaskan pada surah Ali imran ayat : 31.
Ketika beribadah hendaknya kita
bersuci. Suci lahir maupun batin. Hal ini telah di jelaskan pada suraj annisa
ayat : 43. Kehidupan sederhana itu tidak semata terhadap harta benda, tetapi
juga dengan adab-adab dalam kehidupan sehari-hari. Seperti adab makan dan minum. Dalam realita saat ini
banyak manusia yang hidup bermewah-mewahan, menghamburkan uang mereka untuk
membeli berbagai macam makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara
berlebihan. Padahal telah diterangkan pada surah Al-A’raf ayat : 31-33 bahwa
Allah sangat membenci manusia yang hidup dengan berlebihan.
Jika kita tarik kesimpulan memang
benar larangan tersebut. Banyak manusia di dunia ini yang masih membutuhkan
uluran tangan kita, bantuan untuk
menjalani kehidupan. Dari pada kita menghamburkan atau membuang untuk membeli
makanan ataupun minuman yang tidak memiliki faedah, lebih baik kita hidup
sederhana dan menolong orang yang memerlukan pertolongan dengan cara sedekah
ataupun zakat. Mendekatkan diri melalui salat, baik salat wajib maupun sunnah
dapat menenangkan fikiran, membersihkan hati serta menambah rasa cinta dan
sayang kita kepada Allah. Akan tetapi semua yang dilakukan harus berdasarkan
iman, tanpa iman semua kegiatan ataupun akhlak tersebut tidak dapat untuk
dilakukan.
BAB
II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari segi linguistik (kebahasaan) bahasa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli
amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Tasawuf bisa
disamakan dengan mistik, yaitu suatu sistem cara bagaimana orang ingin mencapai
hubungan dengan tuhan yang maha kekal dan maha sempurna. Didalam islam aspek
mistik itu dikenal dengan nama
sufisme. menurut abu bakar aceh taswuf
adalah mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani Selama ini sudut pandang yang digunakan para
ahli untuk mendefinisikan tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk
terbatas, jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas,
maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT. Sumber-sumber tasawuf meliputi lima unsur diantaranya :
1.
Unsur islam
2.
Unsur luar islam
DAFTAR
PUSTAKA
Hadi
Mukhtar, 2009 Memahami Ilmu Tasawuf, Jogjakarta
: Aura Media.
M. Fauzi Hajjaj, 2011 Tasawuf Islam Dan Akhlak, Jakarta : Amzah.
Nata Abudin, Akhlak Tasawuf dan Karakter
Mulia, Jakarta : Grafindo Persada.
jumanto Totok, kamus ilmu tasawuf
sinar grafika offset:
Syukur Amin, Tasawuf kontekstual
yogyakarta : Pustaka Pelajar.
PENGERTIAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK
TASAWWUF, zhebaulil.blogspot.com,
diunduh pada tanggal 26 maret 2014.
[1] Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Grafindo Persada : Jakarta)
hal. 154-155
[2] Mukhtar
Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf (Aura Media : Yogyakarta) hal. 14-16
[3] Amin
Syukur, Tasawuf kontekstual (Pustaka Pelajar : Yogyakarta) hal. 1-2
[5] Totok
jumanto, kamus ilmu tasawuf (sinar grafika offset: )hal 250-252
[7] PENGERTIAN
DAN MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK TASAWWUF, zhebaulil.blogspot.com,
diunduh pada tanggal 26 maret 2014.