Thursday 22 May 2014

Makalah Akhlak Tasawuf 2

BAB I
PEMBAHASAN
A         PENGERTIAN TASAWUF
            Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf  yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi dari makkah ke madinah), saf (barisan), sufi (suci), shopos (bahasa yunani: hikmat), dan suf (kain wol). Keseluruhan kata-kata ini bisa dihubungkan dengan tasawuf.
            Dari segi linguistik (kebahasaan) bahasa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.[1]
            Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Tasawuf bisa disamakan dengan mistik, yaitu suatu sistem cara bagaimana orang ingin mencapai hubungan dengan tuhan yang maha kekal dan maha sempurna. Didalam islam aspek mistik itu  dikenal dengan nama sufisme.  menurut abu bakar aceh taswuf adalah mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani  Selama ini sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.[2]
Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman dengan berbagai pembagian didalamnya, yaitu tasawuf akhlaqi, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Tasawuf akhlaqi berupa ajaran mengenai moral/akhlak. Tasawuf amali berupa tuntuan praktis tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah. Tasawuf  fasafi berupa kajian tasawuf yang dilakukan secara  mendalam dengan tinjauan filosofis dengan segala aspek yang terkait didalamnya.[3]
B. Sejarah Munculnya Tasawuf
Banyak pendapat mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut  paham tersebut. Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut Paham Sufi, Sufisme atau Paham Tasawuf, dan orangnya disebut Sufi. Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata “beranda” (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad.[4]
Ilmu tasawuf menurut Ibnu Khaldun merupakan ilmu yang lahir dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainnya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang.
            Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,“Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa seorang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.”Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar,
dan lain-lain. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf. Sedangkan menurut  Harun Nasution ada beberapa versi munculnya aliran tasawuf, diantaranya sebagai berikut:
1.        Pengaruh Kristen
Pengaruh Kristen dengan paham menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Lampu yang mereka pasang di malam hari menjadi petunjuk jalan bagi kafilah yang berlalu, kemah mereka yang sederhana menjadi tempat berlindung .
2.  Filsafat Mistik Pythagoras
Filsafat ini berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan jasmani merupakan penjara bagi roh. Kesenangan roh yang sebenarnya adalah di alam samawi. Untuk memperoleh hidup senang di alam samawi, manusia harus membersihkan roh dengan meninggalkan hidup materi, yaitu zuhud.

3. Filsafat Emanasi Plotinus
Ada yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari zat Tuhan yang maha Esa. Roh berasal dari tuhan dan akan kembali kepada tuhan. Tetapi dengan masuknya kealam materi, roh menjadi kotor  dan untuk dapat kembali ke tempat asalnya roh harus dibersihkan terlebih dahulu. Penyucian roh adalah dengan meninggalkan dunia dan mendekati tuhan sedekat mungkin. Dikatakan pula bahwa falsafat ini mempunyai pengaruh terhadap munculnya kaum sufi.
4. Ajaran Budha
     Khususnya ajaran budha dengan konsep nirwananya, untuk mencapai nirwananya, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Paham fana’ yang terdapat dalam sufisme hampir serupa dengan paham nirwana.
5. Ajaran Hindu
     Ajaran-ajaran Hinduisme juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai Persatuan Atman dan Brahman.[5]Harun Nasution mengatakan  bahwa, station yang terpenting bagi seorang calon sufi ialah zuhd yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Sebelum menjadi sufi, seorang calon harus terlebih dahulu menjadi zahid. Sesudah menjadi zahid, barulah ia meningkat menjadi sufi. Dengan demikian tiap sufi ialah zahid, tetapi sebaliknya tidak setiap zahid merupakan sufi. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah. Zuhud disini berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada ditangan, dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari tangannya. Bagi Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu. Mereka tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan kalbunya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya. Lebih lanjut at-Taftazani menjelaskan bahwa zuhud adalah tidak bersyaratkan kemiskinan, bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi disaat yang sama diapun zahid. Ustman bin Affan dan Abdurrahman ibnu Auf adalah para hartawan, tapi keduanya adalah para zahid dengan harta yang mereka miliki. Zuhud merupakan salah satu maqam yang sangat penting dalam tasawuf.
Benih-benih tasawuf sudah ada sejak dalam kehidupan Nabi SAW.  Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa dalam hidup, ibadah dan pribadi Nabi Muhammad SAW.
Pada masa itu kondisi sosial-politik sudah mulai berubah darimasa sebelumnya. Konflik-konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa- masa sesudahnya.Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok kelompok Bani Umayyah,Syiah, Khawarij, dan Murjiah. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah-khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman, terutama terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Alibin Abi Thalib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam, ketika itu kekejaman Bani Umayyah yang tak henti- hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwabun (kaum Tawabin). Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaumTawabin itu dipimpin oleh Mukhtar bin Ubaid as-Saqafi yang terbunuh di Kufah pada tahun 68 H. Suatu kenyataan sejarah bahwa kelahiran tasawuf bermula dari gerakan zuhud dalam Islam. Istilah tasawuf baru muncul pada pertengahan abad III Hijriyyah oleh Abu Hasyim al-Kufy (w.250 H.) dengan meletakkan al-sufy di belakang namanya. Pada masa ini para sufi telah ramai membicarakan konsep tasawuf yang sebelumnya tidak dikenal. Jika pada akhir abad II ajaran sufi berupa kezuhudan, maka pada abad ketiga ini orang sudah ramai membicarakan tentang lenyap dalam kecintaan (fana fi mahbub), bersatu dalam kecintaan (ittihad fi mahbub), bertemu dengan Tuhan (liqa’) dan menjadi satu dengan Tuhan (‘ain al jama’). Sejak itulah muncul karya-karya tentang tasawuf oleh para sufi pada masa itu seperti al-muhasibi (w. 243 H.), al-Hakim al-Tirmidzi (w. 285 H.), dan al-Junaidi (w. 297 H.).
Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata “sufi” adalah Abu Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H), istilah ”tasawuf” telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu, belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi, yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid). Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H. (seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada abad-2 abad berikutnya (eperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agama dalam hati mereka dengan kesungguhan yang luar biasa.
Sebelum munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya. Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf denga thariqah, yang kita ketahui terjadi pada abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang mengakibatkan timbulnya tasawuf. Tasawuf yang sering kita temui dalam khazanah dunia islam, dari segi sumber perkembangannya ternyata muncullah pro dan kontra, baik dikalangan muslim maupun dikalangan non muslim. Mereka yang kontra menganggap bahwa tasawuf islam merupakan sebuah faham yang bersumber dari agama-agama lain. Pandangan ini kebanyakan diwakili oleh para orientalis dan orang-orang yang banyak terpengaruh oleh kalangan orientalis.
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa salah satu alasan mengapa Tasawuf atau Sufisme muncul adalah karena untuk mengimbangi perkembangan ilmu-ilmu keislaman, khususnya yang terlalu bercorak rasional. Dengan demikian, dalam perkembangan lebih lanjut, tasawuf  tidak lagi bersifat terutama sebagai gerakan oposisi politik.
C.  Perkembangan Tasawuf
Menyangkut faktor lahirnya tasawuf, dijelaskan oleh HM. Amin Syukur dalam bukunya Intelektualisme Tasawuf (2002: 33) bahwa terdapat perbedaan pendapat. Ada yang mengatakan bahwa tasawuf dipengaruhi oleh agama Masehi atau Nasrani. Meskipun tasawuf berkembang secara Islami, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada sedikit pengaruh luar, terutama Nasrani.
HM. Amin Syukur membagi periodisasi sejarah perkembangan tasawuf menjadi lima masa, yaitu masa pembentukan, masa pengembangan, masa konsolidasi, masa falsafi, dan masa kemurnian.
1. Masa Pembentukan
      Dalam abad ke-1 H bagian kedua, lahirlah Hasan Bashri (wafat 110 H) dengan ajaran khauf, mempertebal takut  kepada tuhan, begitu juga tampil kemuka guru-guru yang lain yang di namakan qari’, kan mengadakan gerakan memperbaiki hidup kerohanian di kalangan kaum muslimin.Kemudian pada akhir abad ke-1 H, Hasan Bashri di ikuti robbi’ah al- adawiyah( wafat 185H) yang terkenal dengan ajaran cintanya. Selanjutnya pada abad ke-2 H, tasawuf tidak hanya berbeda dengan abad sebelumnya, yakni sama dalam corak ke-zuhudan-Nya, meskipun penyebabnya berbeda.  Abu Al-Wafa menyimpulkan bahwa asketisme dalam islam pada abad ke-1 dan ke-2 H mempunyai karakter berikut:
a.       Menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat yang berakal pada nash agama, yang di latar belakangi oleh sosio-politik,yang bertujuan untuk meningkatkan moral.
b.      Ciri lainnya ialah rasa takut, dan dimotivasi oleh cinta.
c.       Menjelang akhir abad ke -2 H sebagian asketis, khususnya di Khurasan, dan robi’ah Al-Adawiyah ditandai kedalaman membuat analisis yang di pandang sebagai fase pendahuluan tasawuf.
2. Masa Pengembangan
            Tasawuf pada abad ke-3 dan ke-4 H sudah mempunyai corak yang berbeda sekali dengan tasawuf sebelumnya. Pada periode ini, perdebatan tentang persatuan mistis yang sebelumnya telah di artikulasikan dengan kuat , terutama oleh Rabi’ah Al-Adawiyah. Kemudian datang Al-Junaidi Al-Baghdadi yang meletakkan dasar-dasar ajaran tasawuf dan tariqah, cara mengajar dan belajar ilmu tasawuf, mursyid, murid, dan murad, sehingga di namakan Syaikh Ath-Tha’ifah. Sehingga dapat di simpulkan bahwa tasawuf abad ke-3 dan ke-4 H, sudah sedemikian  berkembang.
Abu Al-Wafa mengkonklusikan bahwa tasawuf pada abad ke-3 dan ke-4 H, terdapat dua aliran, yaitu:
a.       Aliran tasawuf salafi, yaitu bentuk tasawuf  yang memagari dirinya dengan Al-qur’an dan Hadits.
b.      Aliran tasawuf semi falsafi, di mana para pengikutnya cenderung pada ungkapan-ungkapan  ganjil serta bertolak dari keadaan fana.
3. Masa Konsolidasi
      Tasawuf ini terjadi pada abad ke-5. Pada masa ini di tandai adanya kompetisi dan pertarungan antara Tasawuf Semi Falsafi dan Tasawuf Sunni. Pertarungan ini di menangkan oleh tasawuf sunni, dan perkembang dengan pesat dan tasawuf semi falsafi telah tenggelam dan hilang serta muncul pada abad ke-6 H. Oleh karena itu, tasawuf pada masa ini cenderung mengadakan pembaruan dengan pembaruan konsolidasi, yaitu periode yang di tandai pemantapan dan pengembalian tasawuf ke landasannya, Al-qur’an dan hadits.
4. Masa Falsafi
      Tasawuf filosofis muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad ke-6 H. Ciri tasawuf pada abad ini adalah tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dan pemakaian term-term filsafat yang maknanya di sesuaikan dengan tasawuf.
5. Masa Pemurnian
      Pada masa ini terlihat adanya tanda-tanda Keruntuhan dan penyelewengan serta sekandal melanda, akibatnya ancaman kehancuran reputasi tasawuftidak dapat dielakan lagi, dengan adanya legenda tentang keajaiban dikaitkan dengan tokoh-tokoh sufi. Dengan mudah dapat di katakana bahwa tasawuf masa ini ditandai dengan bid’ah, khurafat, mengabaikan mengabaikan syariat dan hokum-hukum moral.Dalam kondisi demikian munculah ibnu taimiyah yang dengan tegas menyerang penyelewengan para sufi tersebut.
D.Sumber-Sumber Tasawuf
 a.       Al-Qur’an (ayat-ayat Allah)
Sebelum kita masuk ke dalam pembahasan tentang ayat-ayat al-Qur’an tentang tasawuf, kami akan mengemukakan beberapa definisi al-Qur’an. Menurut Dr. Muhammad Yusuf Musa al-Qur’an ialah kitab suci yang diturunkan kepada Muhammad SAW  dan disampaikan kepada kita secara mutawatir. Sedangkan menurut istilah ahli Syara’ al-Qur’an ialah wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat bagi beliau, wahyu itu diturunkan dalam bahasa arab dan disampaikan kepada masyarakat secara mutawatir, baik dengan lisan maupun tulisan, dan orang yang membacanya mendapat pahala dari Allah SWT..
    Sebagai sumber ajaran agama islam, al-Qur’an menghadirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan tasawuf, mulai dari ayat yang berhubungan dengan  ajaran yang sangat mendasar dalam tasawuf sampai kepada ayat yang berhubungan dengan maqamat dan ahwal. Di bawah ini akan diuraikan beberapa ayat yang berhubungan dengan ajaran tasawuf.
Firman Allah SWT dalam surah al-Anfal ayat 17, yaitu

وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى (الأنفال : ١۷ )
Artinya: tidaklah engkau yang melempar ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang melempar.
Menurut pendapat kaum sufi, ayat ini adalah dasar yang kuat sekali dalam hidup kerohanian ( tasawuf ). Beberapa soal besar dalam tingkat-tingkat perjuangan kehidupan dapat disimpulkan dalam ayat ini. Yang melempar bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Tuhan. Gerak dan gerik tidak pada kita, melainkan dari Allah. Kita bergerak dalam kehidupan ini hanyalah pada lahir belaka. Tidak ada yang terjadi jika tidak ada izin dari Allah. Seorang hamba Allah dengan Tuhannya, hanya laksana sebuah Qalam dalam tangan seorang penulis. Menulis karena digerakan saja. Yang dituliskan tidak lain dari pada kehendak si penulis.Selanjutnya, paham bahwa Tuhan dekat dengan manusia, merupakan ajaran dasar dari tasawuf. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشدونَ(البقرة : ١٨٦)
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ( QS. al-Baqarah: 186).
b.      As Sunnah (Rasulullah)
Rasul merupakan sumber kedua setelah Allah bagi para sufi dalam mendalami dan pengambangkan ilmunya, karena hanya kepada Rasul sajalah Allah menitipkan wahyuNya. Tentulah Rasul pula yang lebih banyak tahu tentang sesuatu yang tersirat dibalik yang tersurat dalam Al-Qur’an. Selain itu rosul pulalah satu-satunya manusia yang sempurna dalam segala hal, Beliau adalah insan panutan bagi semua umat manusia terutama kaum sufi yang senantiasa mencoba meniru semua kelakuan Rasulullah dengan sebaik-baiknya.
Selain itu, Sumber lain yang diacu oleh para sufi adalah kehidupan para sahabat Nabi SAW yang berkaitan dengan keteguhan iman, ketaqwaan, kezuhudan, dan budi pekerti luhur. Kehidupan para sahabat dijadikan acuan oleh para sufi karena para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah SAW dalam segala perbuatan dan ucapan mereka senantiasa mengikuti kehidupan Nabi. Oleh sebab itu, perilaku kehidupan mereka dapat dikatakan sama dengan perilaku kehidupan Nabi SAW, kecuali dalam hal-hal tertentu yang khusus bagi Nabi SAW.
c.       Ijma’ Sufi
Ijma’ Sufi (kesepakatan para ‘ulama tasawuf) merupakan esensi yang sangat penting dalam ilmu tasawuf, karenanya mereka dijadikan sebagai sumber yang ke tiga dalam ilmu tasawuf setelah Al-Qur’an Dan Al-Hadits.
d.      Ijtihad Sufi
Dalam kesendiriannya, para sufi banyak menghadapi pengalaman aneh, pengalaman itu sebagai alat pembeda antara kepositifan dengan kenegatifan dalam pengalaman itu. Maka diperlukan ijtihad bagi setiap sufi sebagai sumber yang ke 4 dalam ilmu tasawuf, jika belum ditemukan dalam Qur’an, Hadits maupun ijma’ sufi.
e.       Qiyas Sufi
Qiyas merupakan penghantar sufi untuk dapat berijtihad secara mandiri jika sedang terpisah dari jama’ahnya, maka qiyas ditempatkan pada sumber ke lima dalam ilmu tasawuf.
   Sumber Ajaran Tasawuf dalam perspektif Orientalis Barat
Dikalangan para orientalis barat bisanya dijumpai pendapat yang mengatakan bahwa sumber yang membentuk tasawuf itu ada lima, yaitu:
a.        Unsur Islam
Secara umum ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah atau jasadiyah, dan kehidupan yang bersifat batiniyah. Pada unsure kehidupan yang bersifat batiniyah itulah kemudian lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, Al-Quran dan As-Sunnah praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya, ijma’, ijtihad, serta Qiyas.

b.       Unsur Masehi
Orang Arab sangat menyukai cara kependetaan, khususnya dalam hal latihan jiwa dan ibadah. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Von Kromyer berpendapat bahwa tasawuf adalah buah dari unsure Agama Nasrani yang terdapat pada zaman jahiliyah.
c.        Unsur Yunani
Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia dimana perkembangannya dimulai pada akhir daulah Umayah dan puncaknya pada daulah Abbasiyah, metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berfikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan.Tetapi dengan munculannya filsafat aliran Neo Platonis menggambarkan, bahwa hakikat yang tertinggi hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Tuhan pada hati setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari pengaruh Ungkapan Neo Platonis: kenalilah dirimu dengan dirimu.
d.      Unsur Hindu/Budha
Antara tasawuf dan sisitem kepercayaan Agama Hindu/Budha dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap fakir. Al birawi mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu kemudian pula paham renkarnasi (perpindahan roh dari satu badan ke badan yang lain), cara kelepasan dari dunia persis Hindu/Budha dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah. Salah satu maqamat sufiyah al fana tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama Hindu.
e.       Unsur Persia
Sebenarnya antara Arab dan Persia itu sudah ada hubungan semenjak lama yaitu hubungan dalam bidang politik, pemikiran, kemasyarakatan, dan sastra.  Akan tetapi belum ditemukan dalil yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani Persia telah masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke Persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini[6]

E.     Manfaat Mempelajari Akhlak Tasawuf
Ilmu akhlak atau akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang. Seseorang yang memiliki IPTEK yang maju disertai akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuaan yang Ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana dimuka bumi. Faedah akhlak tasawwuf ialah membersihkan hati agar sampai kepada ma’rifat akan terhadap Allah Ta’ala sebagai ma’rifat yang sempurna untuk keselamatan di akhirat dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala dan mendapatkan kebahagiaan abadi.[7]
F. Dasar Hukum
Dasar-dasar Al-Qur’an tentang AkhlakTasawuf
Al-Qur’an merupakan dasar agama Islam yang di dalamnya termasuk “Akhlak Islam”.Demikian Ulama mengambil keputusan dengan cara menyamakan kejadian maupun problem-problem sekarang dengan masalah-masalah yang ada ketika Al-Qur’an diturunkan, maka Al-Qur’an digunakan sebagai dasar untuk mencari kesimpulan atau mencari mana akhlak yang sebaiknya dilakukan.
Tasawuf sebenarnya merupakan bagian dari penelaahan rahasia di balik teks-teks Ilahiah secara ringkas. Seperti dinyatakan dalam ayat berikut.
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد : 16)
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kapada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya diturunkan Al-Kitab kepadaNya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mareka, lalu hati mareka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mareka adalah orang-orang yang fasik(Q.S. Al-Hadida [57]:16).
Dengan demikian unsur kehidupan tasawuf mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran islam yaitu As-Sunnah, Al-Qur’an serta praktek kehidupan nabi dan para sahabatnya.
b.Tentang maqam ketaqwaan, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ (الحجرات:13)
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q. S. Al Hujurat [49]:13)
c. Tentang maqam Zuhud
“Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.”
d.Tentang maqam tawakal, menurut para sufi, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (الطلاق : 3)
…Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya…(Q. S. Ath Thalaq [ 65]:3)
e. Maqam sabar, berlandaskan pada firman-firman Allah SWT. berikut ini.
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ
(المؤمن :55)
Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuja Tuhanmu pada waktu petang dan pagi. (Q.S. Mu’min [40]:55)
G. ULASAN
            Tasawuf adalah cara kita untuk berinteraksi dengan Allah melalui beribadah, sikap yang selalu menjaga kesucian diri, hidup sederhana , rela berkorban, dan selalu bersikap bijaksana. Tasuwuf ialah upaya menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Dalam taswuf juga diajarkan untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dengan mendekatkan diri pada Allah. Dapat definisikan pula akhlak tasawuf sebagai kesadaran fitrah yang dapat mengarahkan jiwa kepada kegiatan yang menghubungkan manusia dengan tuhan.
            Seperti yang telah di terangkan pada surah Al-Baqarah ayat: 110 bahwa Allah memerintah manusia untuk mendirikan salat serta menunaikan zakat, maka mereka akan diberikan imbalan pahala atas apa yang telah dilakukan. Begitu pula kehidupan sederhana serta tidak diperbudak oleh kehidupan dunia dan harta benda tertuang pada surah Al-hadid dan Al-fathir ayat : 5. Serta bersikap sabar dalam menjalani pendekatan diri pada Allah dan menjauhi pengaruh harta benda duniawi tertuang pada surah Ali imran ayat :10-16. Dan semua yang kita lakukan agar senantiasa saling mencintai dan mengasihi terhadap manusia. Mengikuti ajaraNya. Sesuai dengan hukum yang ada maka niscaya Allah akan membalas cinta kasih itu dengan pengampunan dosa yang telah dijelaskan pada surah Ali imran ayat : 31.
            Ketika beribadah hendaknya kita bersuci. Suci lahir maupun batin. Hal ini telah di jelaskan pada suraj annisa ayat : 43. Kehidupan sederhana itu tidak semata terhadap harta benda, tetapi juga dengan adab-adab dalam kehidupan sehari-hari. Seperti  adab makan dan minum. Dalam realita saat ini banyak manusia yang hidup bermewah-mewahan, menghamburkan uang mereka untuk membeli berbagai macam makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara berlebihan. Padahal telah diterangkan pada surah Al-A’raf ayat : 31-33 bahwa Allah sangat membenci manusia yang hidup dengan berlebihan.
            Jika kita tarik kesimpulan memang benar larangan tersebut. Banyak manusia di dunia ini yang masih membutuhkan uluran tangan kita,  bantuan untuk menjalani kehidupan. Dari pada kita menghamburkan atau membuang untuk membeli makanan ataupun minuman yang tidak memiliki faedah, lebih baik kita hidup sederhana dan menolong orang yang memerlukan pertolongan dengan cara sedekah ataupun zakat. Mendekatkan diri melalui salat, baik salat wajib maupun sunnah dapat menenangkan fikiran, membersihkan hati serta menambah rasa cinta dan sayang kita kepada Allah. Akan tetapi semua yang dilakukan harus berdasarkan iman, tanpa iman semua kegiatan ataupun akhlak tersebut tidak dapat untuk dilakukan.
BAB II
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari segi linguistik (kebahasaan) bahasa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakan masing-masing. Tasawuf bisa disamakan dengan mistik, yaitu suatu sistem cara bagaimana orang ingin mencapai hubungan dengan tuhan yang maha kekal dan maha sempurna. Didalam islam aspek mistik itu  dikenal dengan nama sufisme.  menurut abu bakar aceh taswuf adalah mencari jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani  Selama ini sudut pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawuf yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Sumber-sumber tasawuf meliputi lima unsur diantaranya :
1.      Unsur islam
2.      Unsur luar islam
           





DAFTAR PUSTAKA
Hadi Mukhtar, 2009 Memahami Ilmu Tasawuf, Jogjakarta : Aura Media.
M. Fauzi Hajjaj, 2011 Tasawuf Islam Dan Akhlak, Jakarta : Amzah.
 Nata Abudin, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, Jakarta : Grafindo Persada.
jumanto Totok, kamus ilmu tasawuf  sinar grafika offset:
Syukur Amin, Tasawuf kontekstual  yogyakarta : Pustaka Pelajar.
 PENGERTIAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK TASAWWUF, zhebaulil.blogspot.com, diunduh pada tanggal 26 maret 2014.












[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Grafindo Persada : Jakarta) hal. 154-155
[2] Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf (Aura Media : Yogyakarta) hal. 14-16
[3] Amin Syukur, Tasawuf kontekstual (Pustaka Pelajar : Yogyakarta) hal. 1-2
[4] Mukhtar Hadi, Memahami Ilmu Tasawuf, ( Aura Media: Yogyakarta, 2009) hal. 27

[5] Totok jumanto, kamus ilmu tasawuf (sinar grafika offset: )hal 250-252
[6] M. Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam Dan Akhlak, ( Jakarta, Amzah, 2011) hal. 351
[7]  PENGERTIAN DAN MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK TASAWWUF, zhebaulil.blogspot.com, diunduh pada tanggal 26 maret 2014.